Situs resmi Badan Eksekutif Mahasiswa Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta


Saturday, July 25, 2020

Usia Jadi Penentu Masuk Sekolah Negeri?

Belum usai dengan perkara ‘Zonasi’ dalam sistem penerimaan peserta didik baru atau yang biasa disebut PPDB. Kini muncul kembali perbincangan yang menjadi perdebabatan di kalangan pendidikan terutama sekolah negeri. Faktor usia menjadi penentu anak masuk sekolah? Apa kabar dengan kualitas sekolah negeri yang dulunya dipenuhi dengan anak-anak yang memenuhi standar nilai tertentu. Kemana perginya anak-anak dengan nilai dan prestasi baik? Bisakah mereka melawan ‘Faktor Umur’ yang sedang hangat-hangatnya ini?
Pertama-tama mari kita bahas mengenai ‘Faktor Umur’ dalam PPDB 2020. Umumnya, sebelum ada kebijakan usia ini, mahasiswa lulus sarjana pada kisaran usia 22-23 tahun. Akan tetapi di 2020 ini terdapat ketentuan baru dimana jika ingin masuk Sekolah Dasar (SD)  usia yang diperbolehkan adalah 6 tahun per 1 Juli 2020 dan dengan batas maksimal usia 11 tahun. Sementara untuk jenjang SMP batas maksimalnya adalah mendekati 15 tahun. Dan kemudian di jenjang SMA batas maksimal usia tertua mencapai 20 tahun.
Pro-Kontra mengenai kebijakan ini masih jadi perbincangan, terutama bagi orang tua calon murid. Dalam hal kebijakan ini, tidak semua wilayah di Indonesia sudah diterapkan. Karena itu yang sanngat menjadi sorotan adalah DKI Jakarta, wilayah yang sudah menerapkan kebijakan ‘Faktor Usia’ dan gonjang-ganjing dampak yang dikeluhkan oleh para orang tua calon murid. Banyak orang tua yang akan merasa tenang, senang, dan bangga jika anaknnya memiliki predikat akademik yang baik. Dengan harapan bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya di salah satu sekolah yang tergolong favorit karena terkenal akan murid berprestasi dan nilai standarnya yang tinggi. Namun, apa daya ternyata mereka-mereka yang memiliki nilai akademis lebih baik harus kehilangan harapan untuk bersekolah di sekolah favorit dikarena kalahnya besaran usia mereka.
Dalam juknis PPDB DKI 2020 terkait jalur zonasi, dalam hal jumlah Calon Peserta Didik Baru yang mendaftar dalam zonasi melebihi daya tampung, maka dilakukan seleksi berdasarkan: usia tertua ke usia termuda, urutan pilihan sekolah, dan waktu mendaftar.
Pemerintah dalam hal ini memprioritaskan calon siswa dengan usia yang lebih tua apabila sekolah menghadapi kondisi tertentu. Dengan kebijakan ini, pemerintah mengharapkan dengan matangnya usia maka anak lebih siap untuk diajari, selain itu juga pemerintah menginginkan pemerataan pelayanan yang artinya anak-anak yang putus sekolah atau tertunda pendidikannya karena kondisi tertentu dapat memiliki kesempatan untuk kembali ke bangku sekolah, dan lainnya adalah masalah daya tampung yang lebih kecil dari jumlah calon siswa sehingga mengutamakan usia-usia calon siswaa yang lebih tua demi menghindari angka putus sekolah.

Sementara itu disamping dari niat baik pemerintah bagi pemerataan pelayanan pendidikan.  Nyatanya, pemerintah dianggap mengesampingkan keadilan bagi anak-anak berprestasi yang ‘kalah prioritas’. Hal ini juga bisa berdampak pada menurunnya motivasi anak-anak yang berprestasi, mereka belajar dengan giat untuk dapat sekolah negeri bahkan sekolah yang tergolong. Namun, apa gunanya kan akademik itu jika usianya kalah besar? Jadi bagaimana menurut kalian, setuju atau tidak kah dengan kebijakan ‘Faktor Umur’ atau ‘Zonasi Usia’ ini?
-Ananda Puspitasari

No comments:

Post a Comment

Kamu punya kritik dan saran? Silahkan melalui kolom komentar di bawah ini