Penerimaan
peserta didik baru atau biasa kita kenal sebagai PPDB telah dilaksanakan
melalui daring sejak 2017. PPDB online adalah sebuah
sistem yang dirancang sebagai sumber /pusat informasi dan pengelolaan proses
seleksi penerimaan siswa baru jenjang TK, SMP, SMA, dan SMK mulai dari
proses pendaftaran, proses seleksi sampai dengan pengumuman hasil seleksi
berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi dilakukan secara online. Namun,
tahun 2020 ini ada sedikit perbedaan aturan dari tahun-tahun sebelumnya. PPDB
2020 tahap zonasi memberlakukan kebijakan usia dalam seleksinya. Dilansir dari
berita Liputan 6, bahwa kebijakan usia yang menjadi salah satu pertimbangan
seleksi PPDB di DKI Jakarta sebenarnya sudah lama direncanakan. Namun, baru
diterapkan tahun 2020 ini.
Tujuan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta
memberlakukan kriteria usia pada tahap zonasi adalah ingin meratakan pendidikan
Indonesia karena masih banyak masyarakat yang kurang mampu tersingkir di jalur
zonasi lantaran tidak dapat bersaing nilai akademik dengan masyarakat yang
mampu. Jadi, maksudnya agar pendidikan tidak hanya terbatas bagi yang
berprestasi saja tapi seluruhnya pantas untuk menerima pendidikan.
Apakah itu sudah menjadi langkah yang paling
adil untuk seluruh siswa/i? Jika memang banyak yang merasa adil lantas mengapa
banyak murid ataupun orang tua murid yang menentang seleksi usia tersebut?
Akibat dari seleksi usia ternyata banyak yang
merasa dirugikan terutama murid yang berusia muda. Walaupun nilainya cukup dan
lokasi rumah dengan sekolahnya dekat, mereka gagal masuk sekolah negeri yang
diinginkan hanya karena kalah oleh umur. Banyak murid yang merasa stress dan
frustasi karena kebijakan tersebut. Lantas siapa yang harus disalahkan? Murid
itu sendiri yang terlahir muda? Padahal kelahiran mereka bukanlah kesalahan
tapi banyak murid yang menyalahkan dirinya karena masih ‘muda’. Seolah hal
tersebut menghambat mereka untuk terus berprestasi. Sehingga muncul anggapan
sekolah tidak perlu pintar yang penting tua.
Yang lebih tidak masuk akal lagi, usia maksimal
untuk siswa baru di SMA adalah 21 tahun. Yang mana saat lulus berarti dia
berusia 23 tahun. Bukankah itu merugikan juga? Karena di usia 24 tahun yang
seharusnya sudah lulus kuliah alih-alih dihabiskan di bangku SMA. Ditambah
dengan kenyataan bahwa kebanyakan perusahaan menentukan standar umur kira-kira
23 tahun untuk pelamar. Lantas, apakah masih dianggap menguntungkan untuk
banyak pihak?
Sekali lagi, ini adalah tahap zonasi yang mana
seharusnya lebih memprioritaskan jarak daripada usia. Jika saya boleh beri
saran, apabila memang ingin meratakan pendidikan dengan cara menerima semua
murid dari kalangan umur seharusnya ditambah tahap/jalur yang berfokus pada
umur. Jangan mencampurkan tahap zonasi dengan umur.
Sekian dan terimakasih karena saya jadi bisa
meluapkan kekesalan saya pada tulisan ini. Maaf kalau terkesan memihak tapi
saya berusaha untuk tetap melihat dari dua sisi kok he.
-Putri Alika
No comments:
Post a Comment
Kamu punya kritik dan saran? Silahkan melalui kolom komentar di bawah ini