Situs resmi Badan Eksekutif Mahasiswa Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta


Saturday, July 25, 2020

Apakah Seleksi Usia Sudah Menjadi Langkah Yang Adil?

Penerimaan peserta didik baru atau biasa kita kenal sebagai PPDB telah dilaksanakan melalui daring sejak 2017. PPDB online adalah sebuah sistem yang dirancang sebagai sumber /pusat informasi dan pengelolaan proses seleksi penerimaan siswa baru jenjang TK, SMP, SMA, dan SMK  mulai dari proses pendaftaran, proses seleksi sampai dengan pengumuman hasil seleksi berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi dilakukan secara online. Namun, tahun 2020 ini ada sedikit perbedaan aturan dari tahun-tahun sebelumnya. PPDB 2020 tahap zonasi memberlakukan kebijakan usia dalam seleksinya. Dilansir dari berita Liputan 6, bahwa kebijakan usia yang menjadi salah satu pertimbangan seleksi PPDB di DKI Jakarta sebenarnya sudah lama direncanakan. Namun, baru diterapkan tahun 2020 ini.
Tujuan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta memberlakukan kriteria usia pada tahap zonasi adalah ingin meratakan pendidikan Indonesia karena masih banyak masyarakat yang kurang mampu tersingkir di jalur zonasi lantaran tidak dapat bersaing nilai akademik dengan masyarakat yang mampu. Jadi, maksudnya agar pendidikan tidak hanya terbatas bagi yang berprestasi saja tapi seluruhnya pantas untuk menerima pendidikan.
Apakah itu sudah menjadi langkah yang paling adil untuk seluruh siswa/i? Jika memang banyak yang merasa adil lantas mengapa banyak murid ataupun orang tua murid yang menentang seleksi usia tersebut?
Akibat dari seleksi usia ternyata banyak yang merasa dirugikan terutama murid yang berusia muda. Walaupun nilainya cukup dan lokasi rumah dengan sekolahnya dekat, mereka gagal masuk sekolah negeri yang diinginkan hanya karena kalah oleh umur. Banyak murid yang merasa stress dan frustasi karena kebijakan tersebut. Lantas siapa yang harus disalahkan? Murid itu sendiri yang terlahir muda? Padahal kelahiran mereka bukanlah kesalahan tapi banyak murid yang menyalahkan dirinya karena masih ‘muda’. Seolah hal tersebut menghambat mereka untuk terus berprestasi. Sehingga muncul anggapan sekolah tidak perlu pintar yang penting tua.
Yang lebih tidak masuk akal lagi, usia maksimal untuk siswa baru di SMA adalah 21 tahun. Yang mana saat lulus berarti dia berusia 23 tahun. Bukankah itu merugikan juga? Karena di usia 24 tahun yang seharusnya sudah lulus kuliah alih-alih dihabiskan di bangku SMA. Ditambah dengan kenyataan bahwa kebanyakan perusahaan menentukan standar umur kira-kira 23 tahun untuk pelamar. Lantas, apakah masih dianggap menguntungkan untuk banyak pihak?
Sekali lagi, ini adalah tahap zonasi yang mana seharusnya lebih memprioritaskan jarak daripada usia. Jika saya boleh beri saran, apabila memang ingin meratakan pendidikan dengan cara menerima semua murid dari kalangan umur seharusnya ditambah tahap/jalur yang berfokus pada umur. Jangan mencampurkan tahap zonasi dengan umur.

Sekian dan terimakasih karena saya jadi bisa meluapkan kekesalan saya pada tulisan ini. Maaf kalau terkesan memihak tapi saya berusaha untuk tetap melihat dari dua sisi kok he.
-Putri Alika 

No comments:

Post a Comment

Kamu punya kritik dan saran? Silahkan melalui kolom komentar di bawah ini