Mengikuti kontroversi
PPDB Online 2020 DKI Jakarta yang sedang marak di beberapa bulan terakhir ini,
sebenarnya kita tau gak sih masalahnya itu apa? Ayo kita bahas.
PPDB sendiri sejak lama
sudah sering menuai kontroversi baik PPDB di pulau Jawa maupun di luar. Tahun
ini sendiri menurut saya merupakan salah satu kebijakan PPDB yang paling
absurd. Walau baiknya kebijakan ini tidak diterapkan di seluruh wilayah di
Indonesia, melainkan hanya di provinsi DKI Jakarta saja, hal ini masih tetap
menuai kontroversi hingga orang tua – orang tua siswa yang berdemo menuntut
penjelasan tentang kebijakan ini. Lantas apa sih kebijakan PPDB Online 2020 DKI
Jakarta yang dinilai absurd ini?
Yang pertama adalah
kebijakan “Zonasi”
Kalo yang satu ini adalah
kebijakan lama yang sudah di terapkan di berbagai wilayah di Indonesia.
Kebijakan ini dari awal memang sebenarnya konyol karena syarat masuk sistem zonasi
ini benar-benar hanya melihat jarak rumah pendaftar dari sekolah, tentu zonasi
juga mensyaratkan nilai rata-rata yang ditentukan oleh sekolah masing-masing,
tapi ya sebenarnya syarat nilai rata-rata ini hanya omong kosong karena walau
nilai kita jauh diatas rata-rata pun jika jarak rumah kita tidak termasuk ke
syarat zonasi, maka you’re out kiddo.
Yang kedua adalah
kebijakan “Seleksi Umur”
Dalam petunjuk teknis
PPDB DKI Jakarta 2020 menyebutkan jika jumlah Calon Peserta Didik Baru yang
mendaftar dalam zonasi melebihi daya tampung, maka dilakukan seleksi
berdasarkan usia tertua ke usia termuda, urutan pilihan sekolah, dan waktu
mendaftar.
syarat seleksi usia ini
juga diberlakukan bagi jalur zonasi (jarak) yang di DKI Jakarta alokasinya
sebesar 40 persen. Sama dengan contoh di atas tadi. Artinya calon siswa
pendaftar yang usianya di bawah, jika melampaui kuota di sekolah, maka yang
akan di ambil adalah yang usia tertua. Pada konteks inilah kebijakan dan
pelaksanaan PPDB DKI berpotensi diskriminatif. Dan yang bikin lebih lucu lagi
batasan usia untuk PPDB 2020 ini sekitar umur 20 tahun. Melalui Siaran Pers,
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Nahdiana mengungkapkan, hingga
ditutupnya pendaftaran Jalur Zonasi, menunjukkan terdapat 92,4 persen siswa
dalam rentang usia normal yaitu 15-16 tahun untuk kelas 1 SMA yang diterima.
Sedangkan, usia tertua diterima, yakni 20 tahun hanya 0,06 persen atau 7 siswa.
Nah hal ini yang
menimbulkan banyak polemik, karena nyatanya justru banyak usia-usia muda
produktif yang mendaftar tergeser dengan pendaftar-pendaftar dengan usia yang
lebih tua. Kebijakan ini hanya makin mempersempit kesempatan warga masuk
sekolah negeri. Seharusnya Disdik DKI tinggal menetapkan jarak sebagai faktor
utama pemeringkatan, seperti tuntutan banyak orang.
Intinya kebijakan ini major
failure.Semoga pemerintah DKI Jakarta dan wilayah-wilayah Indonesia lainnya
bisa belajar dari kesalahan ini.
-Inggit Fatihah
No comments:
Post a Comment
Kamu punya kritik dan saran? Tulis melalui kolom komentar di bawah ini ya!