Situs resmi Badan Eksekutif Mahasiswa Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta


Friday, June 18, 2021

Mengkritisi SPU 0 (nol) yang Menimbulkan Keresahan

 Mengkritisi SPU 0 (nol) yang Menimbulkan Keresahan


Pada tahun 2018, tepat nya pada 17 Mei jalur baru dari Universitas Negeri Jakarta dibuka, ada sesuatu yang berbeda dari jalur penerimaan ini, karena ada sebuah pungutan selain Uang Kuliah Tunggal (UKT) yaitu dengan adanya Sumbangan Pengembangan Universitas (SPU). Sumbangan Pengembangan Universitas ini bersifat sukarela dan hanya diberikan sekali selama masa studi pada saat pembayaran UKT semester 1 dan tidak dapat dicicil. 

Namun, Sumbangan Pengembangan Universitas atau yang biasa disebut SPU membuat banyak pihak resah, terutama calon mahasiswa yang ingin melanjutkan ke Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Hal ini dikarenakan pihak kampus membuat kebijakan tidak adanya beberapa pilihan SPU 0 (nol) di beberapa program studi yang tersedia pada saat itu, sehingga ketakutan yang ditimbulkan oleh efek dari SPU 0 ini membuat banyak orang khawatir karena tidak diterima oleh Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Dalam beberapa pandangan, saya mengkritisi bahwa beberapa prodi yang tidak memiliki pilihan SPU 0 (nol) seperti mendeskriminasi beberapa pihak yang tidak sanggup untuk membayar SPU sehingga memiliki arti bahwa pendidikan harus memiliki usaha lebih, harus bayar dan tidak gratis. Pendidikan tidak lagi untuk semua. Selain itu, hal ini terkesan menjadi sebuah “permainan bisnis” di setiap universitas negeri di Indonesia sehingga muncul anggapan bahwa PTN BH adalah kampus yang berorientasi bukan pada pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melainkan profit bisnis, dengan segala alibi yang diberikan kepada calon mahasiswa bahwa dana ini akan dialokasikan untuk pengembangan universitas. Namun, kami sebagai mahasiswa tidak merasakan manfaat dari dana pengembangan itu sendiri, karena tidak ratanya dana pengembangan yang digunakan. Dapat kita simpulkan bahwa, seharusnya universitas bisa menyesuaikan diri terhadap kemampuan mahasiswanya, agar tidak ada lagi asumsi bahwa pendidikan kini menjadi barang mahal yang harus dibeli.


-Hilmy Tsabit Robbani-


No comments:

Post a Comment

Kamu punya kritik dan saran? Silahkan melalui kolom komentar di bawah ini