Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan Digital Dalam Meningkatkan Minat Wirausaha Mahasiswa Era Society 5.0
Sumber : Selular.ID
Era society 5.0 adalah salah satu inovasi dari Perdana
Menteri Jepang, Shinzo Abe di mana fenomena kehidupan yang kelak akan dihadapi
oleh manusia lebih memfokuskan indenpendensi serta personalisasi untuk
mempercepat berbagai macam kegiatan melalui pemanfaatan atau optimalisasi
teknologi terbaharukan. Pada era ini digambarkan bahwa teknologi semakin tidak
bisa lepas dari kehidupan manusia dan akan selalu berjalan beriringan sehingga
dapat menimbulkan efektiftas dan efisiensi biaya dan waktu. Society 5.0 merupakan salah satu
pengembangan dari cyber physic system, Internet of Things (IoT), cloud
computation, big data, dan cognitive computation yang
merupakan bagian dari revolution industry 4.0. Tentu saja kehidupan society
5.0 memerlukan persiapan yang sangat kuat dari seluruh masyarakat dunia
terutama dalam menangkal berbagai permasalahan yang timbul di masa revolution
industry 4.0 yaitu VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity,
dan Ambiguity), di mana adaptasi dan kompentensi menjadi komponen utama
dalam memanfaatkan perubahan kondisi kehidupan. Dilansir dari laman https://www.perpusnas.go.id/, society 5.0
dicanangkan oleh Jepang dalam rangka menangani penurunan angka penduduk
produktif pada tahun 2050 sebanyak 70% (77 juta jiwa menjadi 53 juta jiwa)
serta peningkatan angka produk non-produktif pada 2065 (38,4%). Selain itu,
dengan adanya kondisi digitalisasi kehidupan manusia, terutama menurut
TechCrunch yang dikemukakan pada 4 Februari 2019 bidang yang difokuskan adalah
teknologi keuangan, infrastruktur, logistik, perawatan dan kesehatan, serta AI
(Artificial Intelligence).
Society 5.0 tentu saja
berkaitan dengan kemandirian finansial yang diciptakan oleh masyarakat,
khususnya mahasiswa melalui salah satu cara yakni berwirausaha dalam bentuk
digital (memanfaatkan e-commerce untuk menjangkau customer
semakin luas hingga mancanegara). Hal ini juga didukung dengan adanya tren
pendidikan kewirausahaan berbasis digital yang dicanangkan di universitas sejak
kurang lebih tahun 2017 sebagai pengembangan dari pendidikan kewirausahaan
secara tradisonal. Tentu saja kebijakan ini dilakukan bukan tanpa sebab, hal
ini dikarenakan adanya persiapan pemerintah dalam mendukung kompetisi
masyarakat di era 4.0 menuju 5.0. terutama pada kondisi baby boomers dan
bonus demografi (kelahiran generasi x hingga ⍺) di Indonesia yang semakin meningkat serta dapat menunjang
produktifitas suatu negara dalam rangka peningkatan pemulihan perekonomian. Di
mana pada proyeksi data Bapennas RI melalui laman https://www.bappenas.go.id/, jumlah penduduk RI
pada 2045 diperkirakan akan mencapai 318,9 juta jiwa. Hal ini tentu saja
menjadi peluang yang sangat baik bagi penerapan sosialisasi dan pendidikan
kewirausahaan yang mengacu pada sistem digital bisnis dalam upaya minimalisasi
biaya dalam berbisnis (misalnya saja mengurangi biaya penyewaan tempat
penjualan, biaya pemasaran melalui media cetak/televisi/ataupun radio, dan
biaya lainnya).
Selanjutnya beberapa keuntungan dari adanya pendidikan dan
sosialisasi kewirausahaan digital jika dibandingkan dengan tradisional kepada
mahasiswa dan masyarakat adalah mampu menjangkau pangsa pasar lebih luas
(hingga luar negeri), pemasaran dan iklan dapat dilakukan kapanpun, dapat
berinteraksi secara langsung dan intensif dengan pelanggan, memiliki tampilan
yang lebih terbaharukan (modern), dan lain sebagainya. Hal ini tentu
saja bisa dimanfaatkann oleh mahasiswa dengan ilmu yang telah dibekali pada
pendidikan kewirausahaan digital, mulai dari cara membuka usaha, melihat
peluang, menganalisis SWOT, menghadapi berbagai permasalahan dengan baik, dan
lain sebagainya. Jelas, dengan adanya penerapan ilmu-ilmu bermanfaat tersebut
akan mengubah perekonomian mikro hingga makro di Indonesia yang bisa mengurangi
kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat karena tingkat kesejateraan
semakin menunjukkan angka yang fluktuasi. Di mana dikatakan bahwa jumlah umkm
dan wirausahawan di Indonesia masih kurang walaupun start up menempati posisi
ke 5 besar di rancah dunia dengan jumlah 2.219 start up. Selanjutnya,
menurut penuturan Menteri BUMN, Bapak Erick Tohir saat Rakerna HIPMI mengatakan
bahwa rata-rata entrepreneurship di negara maju adalah 14%, sedangkan di
Indonesia masih berada pada posisi 3,47%.
Oleh sebab itu sudah seharusnya segala ilmu yang diperoleh dalam dunia pendidikan dan praktik kewirausahaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan berani dalam menganalisis resiko yang mungkin akan terjadi. Karena jika sebagai masyarakat yang baik akan melakukan peningkatan penjualan produk-produk dalam negeri untuk memperoleh peningkatan devisa negara dan menjadikan rakyatnya lebih sejahtera dengan adanya pengumpulan pajak yang semakin tinggi. Sehingga hal itulah yang kiranya mendasari urgensi pendidikan kewirausahaan digital di tingkat universitas untuk menjadikan perekonomian pengusaha mahasiswa (merdeka finansial) dan pendapatan negara dapat naik secara signifikan.
-Indriyani Puspaningrum-
No comments:
Post a Comment
Kamu punya kritik dan saran? Silahkan melalui kolom komentar di bawah ini