Situs resmi Badan Eksekutif Mahasiswa Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta


Saturday, July 25, 2020

Faktor Usia Menghambat Masa Depan Cerah?

Pro-kontra di masyarakat semakin terasa terkait dengan sistem zonasi yang diterapkan pada penerimaan peserta didik baru. Dalam sistem zonasi, sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah. Masalah semakin kompleks ketika dalam pelaksanaan pendaftaran ditambahkan faktor usia, akreditasi sekolah lama, dan juga nilai akademik siswa. Banyak orangtua mengeluhkan sulitnya mendapatkan sekolah dengan kualitas yang diinginkan meskipun merasa anaknya layak untuk masuk sekolah tersebut karena terbentur dengan usia. Tidak dapat dipungkiri bahwa paradigma semakin muda masuk sekolah akan meningkatkan kebanggaan orangtua murid dan siswa itu sendiri. Para orangtua menganggap semakin muda anaknya masuk sekolah merupakan suatu pembuktian bahwa anaknya lebih pintar secara akademis.
Bahkan di lingkaran pendidikan, usia menjadi bahan perundungan secara tidak langsung. Apakah sebenarnya usia memang sangat berpengaruh untuk melihat kualitas kepintaran seorang siswa, dan apakah juga siswa dengan usia lebih muda pasti akan memiliki masa depan yang lebih bagus?
Banyak penjelasan mengenai usia yang paling tepat untuk anak-anak memulai sekolah dasar (SD) dipandang dari sudut kemampuan intelektual dan kesiapan mental anak. Meskipun tema ini sering diangkat di berbagai diskusi di media massa maupun televisi, tetapi hasrat orangtua untuk sedini mungkin memasukkan anaknya ke SD tetap lebih mendominasi. Di sinilah sebenarnya peran pemerintah yang harus tegas memberikan batasan.

Peraturan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Mendikbud Nomor 44 Tahun 2019 sangat membuka timbulnya polemik. Syarat masuk SD adalah 7 tahun, paling rendah berusia 6 tahun pada 1 Juli tahun berjalan. Diperbolehkan juga masuk SD pada usia minimal 5 tahun 6 bulan dengan rekomendasi tertulis dari psikolog. Dari sini terlihat bahwa peraturannya sangat bias, tidak solid.

Peraturan seharusnya memiliki satu angka patokan. Jika sudah memutuskan syarat 7 tahun, anak dengan umur 6 tahun tidak seharusnya masuk SD. Meskipun anak berulang tahun pada 3 Juli, dia harus mengikuti penerimaan SD tahun berikutnya. Tidak diberikan celah kasus khusus bersyarat yang akan menimbulkan polemik di kemudian hari. Peraturan ini juga harus diterapkan untuk sekolah negeri maupun sekolah swasta tanpa terkecuali.

Anak-anak diajarkan pendidikan moral untuk menghormati orang lain baik teman sebaya maupun orang yang lebih tua atau lebih muda, bersikap menyayangi terhadap hewan dan alam. Anak-anak belajar menjadi dermawan, berempati, dan mampu mengontrol diri. Siswa akan memulai mengikuti ujian saat mereka kelas 4 SD. Untuk kelas 1 sampai dengan kelas 3 hanya ada tes-tes ringan.
Dan yang terpenting, tidak ada sistem tinggal kelas bagi anak yang dianggap kurang cakap sejak SD hingga SMU. Sehingga anak-anak akan mulai sekolah dan lulus dengan umur yang sama, setelah itu anak-anak bisa memilih untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi ataupun untuk bekerja setelah SMU..
Sistem pendidikan di Indonesia mengedepankan pendidikan akademik. Meskipun banyak sekolah yang menawarkan nilai plus pendidikan karakter, kehidupan sehari-hari di lapangan masih banyak yang bertolak belakang dengan apa yang mereka pelajari. Makanya tidak heran banyak kasus perundungan di lingkungan sekolah, tidak terkecuali pada sekolah yang mengusung pendidikan karakter plus. Kapankah siswa di Indonesia mulai mempunyai bayangan tentang masa depannya?
Saya rasa sebagian besar siswa di Indonesia masih akan menentukan masa depannya ketika mereka lulus kuliah. Ada sebagian yang mempunyai gambaran akan jadi apa mereka nanti, terutama untuk siswa yang mengambil sekolah kejuruan. Tetapi untuk siswa dengan jalur normal mengecap pendidikan kuliah, mereka merasa saat itu adalah waktu yang tepat menentukan masa depannya. Terkadang bukan mereka yang menentukan masa depannya, tetapi bergantung di mana mereka diterima bekerja.
Pada tahap ini bahan banyak yang pasrah di mana pertama kali diterima bekerja, di situlah nasib masa depannya ditentukan. Adakah korelasi umur disini? Saya rasa tidak. Anak pada jenjang kuliah bias lulus dengan waktu yang berbeda-beda. Meskipun mereka masuk di umur yang muda, belum tentu juga mereka akan lulus tepat waktu, setelah itu pun belum tentu juga mereka akan langsung bekerja.

Di masyarakat, ada empat hal yang bisa dijadikan landasan untuk memupuk masa depan, seperti yang juga pernah dikemukakan oleh Sandiaga Uno, yaitu kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas, dan kerja ikhlas. Etos kerja tersebut tidak dapat serta merta dibentuk saat dewasa, melainkan latihan dan dijadikan kepribadian atau karakter sejak kecil. Tidak ada faktor usia mulai sekolah yang berperan, melainkan faktor kapan orang menguasai dan berhasil menerapkan karakter tersebut.

Jadi, usia masuk sekolah tidak berkorelasi dengan masa depan anak.
-Yoreszha Mustab

No comments:

Post a Comment

Kamu punya kritik dan saran? Silahkan melalui kolom komentar di bawah ini