‘New
Normal’ menjadi frasa baru yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan ada di
tahun 2020. Sebuah proses adaptasi untuk berdamai dengan kebiasaan baru, menuntut
tiap insan untuk belajar mengikhlaskan rasa nyaman atas kebiasaan yang
sebelumnya telah bersemi cukup lama semasa hidup. Konsep ‘New Normal’ hadir
sebagai bias dari penyebaran virus Covid-19, dimana hal ini menginterupsi
secara massif, khususnya di Indonesia.
Selama
masa pandemi, ada banyak strata masyarakat dan beragam profesi yang butuh
keringat lebih untuk bertahan. Kita tahu betul bahwa kebijakan PSBB (Pembatasan
Sosial Berskala Besar) menyebabkan mobilitas menjadi terbatas. UMKM menjadi
salah satu bidang usaha yang turut terkena dampaknya, terlebih bagi mereka para
pelaku UMKM yang mengandalkan transaksi usaha secara langsung. Ada banyak hal
yang harus dibenahi oleh para pelaku kegiatan UMKM untuk mampu melalui masa
terasing ini, baik saat pandemi maupun ‘New Normal’.
Masyarakat
tentunya lahir menjadi pribadi yang baru. Kita yang ada di awal tahun (sebelum
pandemi) akan berbeda dengan kita yang ada di hari ini (setelah pandemi, dalam
fase ‘new normal’). Sebagian masyarakat akan menjadi lebih protektif terhadap
dirinya. Rasa skeptis terhadap sekitar akan timbul, dan kualitas suatu produk
atau jasa mengelaborasi dengan standar baru. Higienitas tampaknya menjadi
standar yang akan lebih diperhatikan oleh para konsumen. Ini lah yang menjadi
salah satu tantangan bagi para pelaku UMKM, bagaimana ia bisa memberikan rasa
aman dan percaya kepada konsumen atas produk atau jasa yang ia tawarkan.
Para
pelaku UMKM benar-benar harus beradaptasi dengan karakteristik masyarakat di
era ’New Normal’ ini. Mungkin akan terasa sulit, tetapi ini lah langkah yang
perlu dilakukan untuk bertahan. Selain itu, karakteristik masyarakat di era “New
Normal’ umumnya akan tetap membatasi mobilitas secara langsung, dan mencari
alternatif seperti berbelanja online. Untuk
itu, bagi para pelaku UMKM yang masih bergantung pada offstore, sebaiknya mulai mengejar ketertinggalannya dan mulai
menjajali usaha secara online.
Sesungguhnya, memahami adalah bentuk responsibilitas. Sebagai pelaku usaha,
sudah sepantasnya ia memahami apa yang diinginkan konsumennya.
-Aqilah Syahidah
No comments:
Post a Comment
Kamu punya kritik dan saran? Silahkan melalui kolom komentar di bawah ini