Situs resmi Badan Eksekutif Mahasiswa Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta


Wednesday, May 17, 2017

Ramadhan Menggapai Taqwa



Ramadhan Bulan Agung, Ramadhan Bulan Mulia, Dan Ramadhan Bulan Penuh Keberkahan, kata – kata inilah yang akan sering muncul ketika akan memasuki Bulan Ramadhan. Tradisi ini merupakan akumulasi dari berbagai pengalaman empirik umat Islam dalam menjadikan Bulan ramadhan sebagai bulan yang istimewa untuk meningkatkan ibadah ritual, ibadah sosial, dan bahkan kualitas spiritualitas, menuju cita muslim ideal dengan kematangan psikologis untuk menghadapi persoalan-persoalan yang muncul dalam kehidupan sosial dan profesi.

Ibadah puasa dengan tradisi muhasabah atau introspeksi diri dilakukan dengan perenungan di waktu hening di malam hari, akan membangunkan kesadaran kita untuk berubah, bila selama ini hidup tertutup, akan berubah menjadi lebih terbuka. Bila selama ini kita menganggap diri kita paling lebih dari yang lain, akan berubah untuk bisa menerima kekuatan yang ada pada orang lain.

Perenungandilakukan bukan sekedar menyesali atas berbagai pelanggaran terhadap syari’at, tapi juga menyesali terhadap tindakan, sikap, dan perilaku kerja dalam profesi kita yang masih harus diperbaiki, baik menyangkut sikap kita pada atasan, bawahan atau sejawat kita, atau sikap kita memperlakukan diri kita sendiri yang belum fair dalam proses peningkatan kualitas diri kita. Perenungan-perenungan tersebut, akan semakin mempercepat kematangan jiwa kita. Bangkitnya kesadaran untuk berubah adalah pertanda bahwa eskalasi untuk menjadi seseorang yang memiliki kematangan jiwa, sudah terjadi.

Seseorangyang memiliki kematangan jiwa, tidak akan memiliki rasa iri hati yang diikuti dengan sikap kedengkian dalam hatinya, dan juga tidak akan muncul sikap-sikap kerdil yang menjadi pemicu perilaku-perilaku negatif, menggangu orang lain, menghina orang lain, mengumpat dan lain-lain, yang semua itu merupakan perbuatan yang sangat kontra produktif untuk menggapai ketaqwaan.

Inilah cita ideal seorang muslim, kuat dalam ibadahnya, kuat ibadah sosialnya, dan kuat juga spiritualitasnya, matang kejiwaannya, terbuka dan bisa menerima kelebihan yang ada pada orang lain serta menerima kelemahan yang ada pada dirinya sendiri. Tidak ada manusia di dunia ini yang kuat dalam segala aspek, sebagaimana juga tidak ada yang lemah dalam segala aspek. Manusia adalah makhluk yang memiliki kelebihan dan pada saat yang sama juga memiliki kelemahan. Kematangan seseorang diukur salah satunya oleh kemampuan jiwanya menerima kekuatan yang ada pada orang lain, sekaligus menerima kelemahan yang ada dalam dirinya.

Nabila Hazimi
(Potensi Kestari)

No comments:

Post a Comment

Kamu punya kritik dan saran? Silahkan melalui kolom komentar di bawah ini